LAPORAN PENDAHULUAN
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
1. Defenisi
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika . BPH merupakan kelainan kedua tersering yang dijumpai lebih dari 50% pada pria berusia diatas 60 tahun.
2. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotensi menyebutkan bahwa hyperplasia prostate erat kaitanya dengan peningkatan kadar dihedrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah :
a. Teori Dihidrotestosteron ( DHT )
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leyding jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh produksi testosteron. Sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Sebagian besar testosteron dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk serum.
Serum Binding Hormon ( SBH ) Sekitar 2 % testosteron berada dalam keadaan bebas. Hormon yang bebas inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Testosteron bebas dapat masuk ke dalam sel prostat dengan menembus membran sel ke dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT – reseptor komplek yang akan mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (RNA) yang dapat menyebabkan terjadinya sintetis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel.
b. Adanya ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia semakin tua, kadar testostoren menurun, sedangakan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testostoren relative meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosisi). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsanagan terbentukanya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
c. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
Cunha (1973) membuktikan bahwa deferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung di kontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan atuokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimu;asi itu menyebabkan terjadinya proliferasi selsel epitel maupun sel stroma
d. Berkurangnya kematian sel (apoptosisi)
Program kematian sel (apoptosisi) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjer prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fregmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagsitosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan anatara laju proliferasai sel dengan kematian sel, pada saat terjadi pertumbuhan prostat samapi pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimabagan. Berkuarangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehinggah menyebabkan pertambahan massa prostat.
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang menghambat proses apoptosiis. Diduga hormone androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangakan factor pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosisi.
e. Teori steam sel.
Untuk menganti sel-sel yang telah mengalami apotosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikum sebagai ketidaktepatanya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
3. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkna penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarakan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menurus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikal buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasein dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract sympotam (LUTS) yang dahulu dikenal degan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli-buli tiadak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara uterar ini dapat menimbulkan aliaran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosi, bahkan akibatnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal..
Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidaka hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nerves pudendus.
Pada BPH terjadi resiko peningkatan stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal rasio stroma disbanding dengan epitel adala 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini masa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
4. Manifestasi klinik
Gejala klinik dapat berupa :
Ø Frekuensi berkemih bertambah
Ø Nocturia
Ø Kesulitan dalam memulai dan mengakhiri berkemih
Ø Miksi terputus
Ø Urine masih tetap menetes setelah selesai berkemih
Ø Pancaran miksi menjadi lemah
Ø Rasa nyeri pada waktu berkemih
Ø Rasa belum puas setelah miksi
Terbagi 4 grade yaitu
1. Pada grade I ( Congstic )
a. Mula-mula pasien berbula-bulan atau bertahun-tahun susah kencing dan mulai mengedan.
b. Kalau miksi merasa puas.
c. Urine keluar menetes dan puncuran lemah.
d. Nocturia.
e. Urine keluar pada malam hari lebih dari normal.
f. Ereksi lebih lama dari normal dan libida lebih dari normal.
g. Pada Citoscopy kelihatan hiperemia dan orifreum urether internal lambat laun terjadi varises akhirnya bisa terjadi pendarahan (blooding).
2. Pada Grade 2 (residual)
a. bila miksi terasa panas
b. nisoria nocturi bertambah berat
c. tidak dapat buang air kecil ( kencing tidak puas )
d. Bisa terjadi infeksi karena sisa air kencing
e. Tejadi panas tinggi dan bisa meninggal
f. Nyeri pad daerah pinggang dan menjalar keginjal.
3. Pada grade 3 ( retensi urine )
a. Ischuria paradorsal
b. Incontinential paradorsal
4. Pada grade 4
a. Kandung kemih penuh.
b. Penderita merasa kesakitan.
c. Air kencing menetes secara periodik yang disebut overflow incontinential.
d. Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor kerena bendungan hebat.
e. Dengan adanya infeksi penderita bisa meninggal dan panas tinggi sekitar 40-41 C.
f. Kesadaran bisa menurun.
g. Selanjutnya penderita bisa koma
5. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Inkotinensia
c. Batu kandung kemih
d. Retensi urine
e. Impotensi
f. Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
g. Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
6. Pemeriksaan penujang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Ø Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
Ø Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
Ø PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.
b. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
Ø Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif.
Ø Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
Ø Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif.
c. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
Ø BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
Ø USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
Ø IVP (Pyelografi Intravena)
Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.
d. Pemeriksaan CT- Scan dan MRI
Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.
e. Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.
7. Penetalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dilakukan berdasarkan derajat berat-ringannya hipertrofi prostat.
a. Derajat I; biasanya belum membutuhkan tindakan pembedahan. Pengobatan konservatif yang dapat diberikan adalah penghambat adrenoreseptor alfa seperti; alfazosin, prazosin, dan terazosin.
b. Derajat II; merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan untuk dilakukan reseksi endoskopik melalui urethra (trans urethra resection).
c. Derajat III; pada derajat ini reseksi endoskopik dapat dilakukan secara terbuka. Pembedaahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikel, retropibik atau perineal.
d. Derajat IV; pada derajat ini tindakan pertama adalah membebaskan klien dari retensi urine total, dengan memasang kateter atau sistostomi. Selanjutnya dapat dilakukan pembedahan terbuka. Untuk klien dengan keadaan umum lemah dapat diberikan pengobatan konservatif yaitu penghambat adrenoreseptor daan obat antiandrogen.
Pengobatan invasif lainnya ialah pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan kekelenjar prostat. Juga dapat digunakan cahaya laser yang disebut transurethral ultrasound guide laser induced prostatecthomy.
8. Pencegahan
Diet rendah lemak dan daging merah serta konsumsi tinggi protein dan sayuran dapatmengurangi risiko terkena BPH. Konsumsi alkohol secara regular dapat meningkatkankemungkinan BPH.
BAB II
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Sirkuasi
Tanda : Peninggian TD (efek pembearan ginjal)
b. Eliminasi
Gejala: Penurunan kekuatan/ orongan aliran urin, tetesan
Keragu-raguan pada berkemih awal
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung emih dengan lengkap. Dorongan dan frekuensi berkemih.
Nokturia, disuria, hematuria
Duduk untuk berkemih
Isk berulang, riwayat batu (stasis urinaria)
Konstipasi(protrusi prostat kedalam rektum)
Tanda: Massa padat dibawah abdomen(distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih.
Hernia inguinalis ; hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan
abominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi
tahanan)
c. Makanan/ cairan
Gejala: Anoreksia, mual, muntah
Penurunan berat badan
d. Nyeri/kenyamana
Gejala: Nyeri suprapubis, panggung atau panggul tajam kuat ( pada prostatit akut)
Nyeri punggung bawah
e. Keamanan Gejala: Demam
f. Seksualitas Gejala: Masalah tentang efek kondisi/ terapi kemampuan seksul
Takut inkontinensia/ menetes selama hubungan intim
Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
Tanda: Pembesaran,nyeri tekan prostat
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
Penggunaan antihipertensif / antidepresan, antibiotic
urinria/ agen, Antibiotik, obat yang dijal bebas untuk
flu/ alergi obat mengandung simpatomimetik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan eliminasi retensi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontruksi dengan adekuat ditandai dengan frekuensi keraguan berkemih, ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih, distensi kandung kemih.
b. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa , ditandai : keluhan nyeri meringis, gelisah.
c. Resiko kekurangan kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, seperti pendarahan melalui kateter, muntah.
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah di tandai: peningkatan tekanan,ketakutan, kekhawatiran.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakitnya ditandai: klien sering menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
3. Intervensi/Rasional
a. Gangguan eliminasi retensi berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekonpensasi otot destrusor.
Hasil yang diharapkan : berkemih dengan jumlah yang cukup, tak teraba distensi
kandung kemih.
Intervensi :
Mandiri
1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba- tiba dirasakan.
2. Tanyakan pasien tentang inkontinensia stress
3. Obsevasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan.
4. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan haluaran urin dan perubahan berat jenis.
5. Perkusi/palpasi area suprapubik
6. Dorong masukan cairan sampai 3000ml/ hari, dalam toleransi jantung, bila diindikasikan.
7. Awasi tanda vital dengan ketat, observasi hipertensi.
8. Berikan/ dorong kateter lain dan perawatan perineal.
9. Berikan rendam duduk sesuai indikasi
Kolaborasi:
1. Berikan obat sesuai indikasi: antispasmodik
Ø supositoria rektal
Ø antibiotik dan antibakteri
Ø fenoksibenzamin
Ø kateterisasi
Ø monitor BUN, kreatinin, elektrolit
Rasional :
Mandiri
1. Meminimlkan retensi urin , distensi berlebihan pada kandung kemih.
2. Tekanan uretra tinggi menghambat pengosongan kandung kemih ata dapat menghambat berkemih sampai tekanan abdominal meningkat cukup untuk mengeluarkan urin secara tidak sadar.
3. Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.
4. Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal
5. Distensi kandug kemih dapat dirasakan di area suprapubik.
6. Peningkatan cairan mempertahankan perfusi ginjal, membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
7. Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi toksik.
8. Menurunkan infeksi infeksi
9. Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema dan meningkatkan upaya berkemih.
Kolaborasi:
1. Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter.
Ø menghilangkan spasme
Ø untuk melawan infeksi
Ø mereaksasikan otot polos prostat
Ø mencegah retensi urin
Ø obstruksi berpotensi merusak fungsi ginjal.
b. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih,kolik ginjal,infeksi urinaria.
Hasil yang diharapkan:
Ø melaorkan nyeri hilang/ terkontrol
Ø tampak rileks
Intervensi :
Mandiri
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas lamanya.
2. Plester slang drainase pada paha dan kateter pada abdomen.
3. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
4. Dorong menggunakan rendam duduk,sabun hangat untuk perineum.
Kolaborasi:
1. Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase
2. Lakukan masase prostat
3. Berikan obat sesuai indikasi: narkotik; demerol
4. Berikan antibakterial : metenamin hipurat
5. Berikan anispasmodik contoh: urispas, ditropan
Rasional :
Mandiri
1. Memberikan informasi untuk membent dalm menentukan pilihan/ keefektifan intervensi.
2. Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis skrotal.
3. Dapat memperbaiki pola berkemih normal.
4. Meningkatkan relaksasi otot.
Kolaborasi:
1. Pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjar
2. Membantu dalam evakuasi duktus kelenjar untuk menghilangkan inflamasi.
3. Menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi.
4. Menurunkan adanya bakteri
5. Menghilangkan kepekaan kandung kemih.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan drainase kandung kemih yang terlalu distensi secara kronik.
Hasil yang diharapkan : mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab.
Intervensi :
Mandiri
1. Awasi keluaran dengan hati- hati , tiap jam bila diindikasikan, 100-200ml/jam
2. Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu
3. Awasi tekanan darah,nadi dengan sering.Efaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral
4. Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi
5. Awasi elektrolit,khususnya natrium
6. Berikan cairan IV (garam faal hipertoni) sesuai kebutuhan.
Rasional :
Mandiri
1. Diuresis cepat menyebabkan kekurangan volume cairan
2. Pasien dibatasi pemasukan oral untuk mengontrol gejala urinaria.
3. Memampukan deteksi dari/intervensi hipofolimik sistemik
4. Menurunkan kerja jantung,memudahkan homeostasis sirkulasi
5. Akumulasi cairan menyebabkan hiponatremia.
6. Menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah/memperbaiki hipovolemia.
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan kemungkinan prosedur bedah.
Hasil yang diharapkan:
Ø Pasien tampak rileks
Ø Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi
Ø Menunjukan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut
Ø Melaporkan amsitas menurun sampai tingkat dapat di tangani
Ø
Intervensi
Mandiri
1. Selalu ada untuk pasien,buat hubungan saling percaya dengan pasiea
2. Berikan informasi tentang prsedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi Contoh : Kateter
3. Pertahankan prilaku nyata dalam melakukan prosedur.lindungi prifasi
4. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasan
5. Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya
Rasional
1. Menunjukan perhatian tetang keinginan untuk membantu.
2. Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan
3. Menghilangkan rasa malu pasien
4. Mendefenisikan masalah ,memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan
5. Memungjinkan pasien untuk menguatkan kepercayaan pada perawat
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses pengobatan
Hasil yang diharapkan :
Ø Menyatakan pemahaman proses peyakit
Ø Mengindentifikasi hubungan tanda/gejala proses penyakit
Ø Melakukan perubahan pola hidup
Ø Berpatisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
Mandiri
1. Kaji ulang proses penyakit
2. Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian
3. Berikan informasi bahwa kondisi tidak tularkan secara seksual
4. Anjurkan menghindari makanan berbumbu,kopi,alkohol
5. Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual
6. Kaji tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik
7. Diskusikan perlunya pemberitahuan pada perawat kesehatan lain tentang diagnosa
Rasional
1. Memberikan pengetahuan pada pasien
2. Membantu pasien untuk rehabilitasi vital
3. Mungkin merupakan ketakutan pasien
4. Dapat menyebabkan iritasi prostat dengan masalah kongesti
5. Membantu pasien memahami implikasinya
6. Intervensi cepat mencegah komplikasi lebih serius
7. Menurungkan resiko terapi tak tepat.
semoga bermanfaat
BalasHapus